Minggu, 09 November 2014

Lahir mendewasakan anak primbon jawa john pangestu

Lahir dan mendewasakan anakMupu, artinya mungut anak, yang secara magis diharapkan dapat menyebabkan hamilnya si Ibu yang memungut anak, jika setelah sekian waktu dirasa belum mempunyai anak juga atau akhirnya tidak mempunyai anak. Orang Jawa cenderung memungut anak darisentono(masih ada hubungan keluarga), agar diketahui keturunan dari siapa dan dapat diprediksi perangainya kelak yang tidak banyak menyimpang dari orang tuanya.Syarat sebelum mengambil keputusan mupu anak, diusahakan agar mencari pisang raja sesisir yang buahnya hanya satu, sebab menurutgugontuhon(takhayulyang berlaku) jika pisang ini dimakan akannuwuhaken(menyebabkan) jadinya anak pada wanita yang memakannya. Anhinga, bisa dimungkinkan hamil, dan tidak harus memungut anak.Pada saat si Ibu hamil, jika mukanya tidak kelihatan bersih dan secantik biasanya, disimpulkan bahwa anaknya adalah laki-laki, dan demikian sebaliknya jika anaknya perempuan.Sedangkan di saat kehamilan berusia 7 (tujuh) bulan, diadakan hajatan nujuhbulanataumitoni. Disiapkanlah sebuah kelapa gading yang digambari wayang dewa Kamajaya dan dewi Kamaratih(supaya si bayi seperti Kamajaya jika laki-laki dan seperti Kamaratih jika perempuan),kluban/gudangan/uraban(taoge, kacang panjang, bayem, wortel, kelapa parut yang dibumbui, dan lauk tambahan lainnya untuk makan nasi),dan rujak buah.Disaat para Ibu makan rujak, jika pedas maka dipastikan bayinya nanti laki-laki. Sedangkan saat di cek perut si Ibu ternyatasi bayi senang nendang-nendang, maka itu tanda bayi laki-laki.Lalu para Ibu mulai memandikan yang mitoni disebuttingkeban, didahului Ibu tertua, dengan air kembangsetaman(air yang ditaburi mawar, melati, kenanga dan kantil), dimana yang mitoni berganti kain sampai 7 (tujuh) kali. Setelah selesai baru makan nasi urab, yang jika terasa pedas maka si bayi diperkirakan laki-laki.Kepercayaan orang Jawa bahwa anak pertama sebaiknya laki-laki, agar bisamendem jerolan mikul duwur(menjunjungderajat orang tuanya jika ia memiliki kedudukan baik di dalam masyarakat). Dan untuk memperkuat keinginan itu, biasanya si calon Bapak selalu berdo’a memohon kepada Tuhan.Slametanpertama berhubung lahirnya bayi dinamakanbrokohan,yang terdiri dari nasi tumpeng dikitari uraban berbumbu pedas tanda si bayi laki-laki) dan ikan asin goreng tepung, jajanan pasarberupa ubi rebus, singkong, jagung, kacangdan lain-lain, bubur merah-putih, sayur lodeh kluwih/timbul agarlinuwih(kalau sudah besar terpandang). Ketika bayi berusia 5 (lima) hari dilakukan slametansepasaran,dengan jenis makanan sama dengan brokohan. Bedanya dalam sepasaran rambut si bayi di potong sedikit dengan gunting dan bayi diberi nama, misalnya bernama T. Dewantoro.Saat diteliti di almanak Jawa tentang wukunya, ternyata T. Dewantoro berwuku tolu,yakni wuku ke-5 dari rangkaian wuku yang berjumlah 30 (tiga puluh). Menurut wuku tolu maka T.Dewantoro berdewa Batara Bayu, ramah-tamah walau bisa berkeras hati, berpandangan luas,cekatan dalam menjalankan tugas serta ahli di bidang pekerjaannya, kuat bergadang hingga pagi, pemberani, banyak rejekinya, dermawan, terkadang suka pujian dan sanjungan yang berhubungan dengan kekayaannya.Slametanselapananyaitu saat bayi berusia 35 (tiga puluh lima) hari, yang pada pokoknya sama dengan acara sepasaran. Hanya saja disini rambut bayi dipotong habis, maksudnya agar rambut tumbuh lebat. Setelah ini, setiap 35 (tiga puluh lima) hari berikutnya diadakan acaraperingatan yang sama saja dengan acara selapanan sebelumnya, termasuk nasi tumpeng dengan irisan telur ayam rebus dan bubur merah-putih.Peringatantedak-siten/tujuhlapananatau 245 (dua ratus empat puluh lima) hari sedikit istimewa, karena untuk pertama kali kaki si bayi diinjakkan ke atas tanah. Untuk itu diperlukan kurungan ayam yang dihiasi sesuai selera. Jika bayinya laki-laki, maka di dalam kurungan juga diberi mainan anak-anak dan alat tulis menulis serta lain-lainnya (jika si bayi ambil pensil maka ia akan menjadi pengarang, jika ambil buku berarti suka membaca, jika ambil kalung emas maka ia akan kaya raya, dan sebagainya) dan tangga dari batang pohon tebu untuk dinaiki si bayi tapi dengan pertolongan orang tuanya. Kemudian setelah itu si Ibu melakukansawuran duwit(menebar uang receh) yang diperebutkan para tamu dan anak-anak yang hadir agar memperoleh berkah dari upacara tedak siten.Setelah si anak berusia menjelang sewinduatau 8 (delapan) tahun, belum juga mempunyai adik, maka perlu dilakukan upacara mengadakan wayang kulit yang biasa acara semacam ini dinamakanngruwatagarbebas dari marabahayaBiasanya tentang cerita Kresno Gugah yang dilanjutkan dengan cerita Murwakala.Saat menjelang remaja, tiba waktunyaditetaki/khitan/sunat. Setibanya di tempat sunat (dokter atau dukun/bong), sang Ibu menggendong si anak ke dalam ruangan seraya mengucapkan kalimat :laramu tak sandangkabeh(sakitmu saya tanggung semua).Orang Jawa kuno sejak dulu terbiasa menghitung dan memperingati usianya dalam satuan windu, yaitu setiap 8 (delapan) tahun. Peristiwa ini dinamakanwindon, dimana untuk windu pertama atau sewindu, diperingati dengan mengadakan slametan bubur merah-putih dan nasi tumpeng yang diberi 8 (delapan) telur ayam rebus sebagai lambang usia. Tapi peringatan harus dilakukan sehari atau 2 (dua) hari setelah hari kelahiran, yang diyakini agar usia lebih panjang. Kemudian saat peringatan 2 (dua) windu, sianak sudah dianggap remaja/perjaka ataujaka,suaranyangagor-agori(memberat). Saat berusia 32 (tiga puluh dua ) tahun yang biasanya sudah kawin dan mempunyai anak, hari lahirnya dirayakan karena ia sudah hidup selama 4 (empat) windu, maka acaranya dinamakantumbuk alit(ulang tahun kecil). Sedangkan ulang tahun yang ke 62 (enam puluh dua) tahun disebuttumbuk ageng.Saat dewasa, banyakcongkokatau kasarnya disebut calo calon isteri, yang membawa cerita dan foto gadis. Tapi si anak dan orang tuanya mempunyai banyak pertimbangan yang antara lain: janganmbokongi(menulang-punggungi sebab keluarga si gadis lebih kaya) walau ayu dan luwes karena perlu mikirpraja(gengsi), jangan kawin dengan sanak-familiwalau untuknggatuakebalungapisah(menghubungkan kembali tulang-tulang terpisah/mempererat persaudaraan) dan bergaya priyayi karena seandainya cerai bisa terjadi pula perpecahan keluarga, kalaupun seorangndoro(bangsawan) tapi jangan terlalu tinggi jenjang kebangsawanannya atau setara dengan si anak serta sederhana dan menarik hati. Lagi pula si laki-laki sebaiknya harusgandrung kapirangu(tergila-gila/cinta).MelamarBapak dari anak laki-laki membuat surat lamaran, yang jika disetujui maka biasanyakeluarga perempuan membalas surat sekaligus mengundang kedatangan keluarga laki-laki guna mematangkan pembicaraan mengenai lamaran dan jika perlu sekaligus merancang segala sesuatu tentang perkawinan.Setelah ditentukan hari kedatangan, keluarga laki-laki berkunjung ke keluarga perempuan dengan sekedar membawapeningset, tanda pengikat guna meresmikan adanya lamaran dimaksud. Sedangkan peningsetnya yaitu 6 (enam) kain batik halus bermotif lereng yang mana tiga buah berlatar hitam dan tiga buah sisanya berlatar putih, 6 (enam) potong bahan kebaya zijdelinnen dan voal berwarna dasar aneka, serta 6 (enam) selendang pelangi berbagai warna dan 2 (dua) cincin emas berinisial huruf depan panggilan calon pengantin berukuran jari pelamar dan yang dilamar (kelak dipakai pada hari perkawinan). Peningset diletakkan di atas nampan dengan barang-barang tersebut dalam kondisi tertutup.Orang yang pertama kali mengawinkan anak perempuannya dinamakanmantu sapisananataumbuka kawah, sedang mantu anak bungsu dinamakanmanturegilatautumplakpunjen.PerkawinanOrang Jawa khususnya Solo, yang repot dalam perkawinan adalah pihak perempuan, sedangkan pihak laki-laki hanya memberikan sejumlah uang guna membantu pengeluaran yang dikeluarkan pihak perempuan, di luar terkadang ada pemberian sejumlah perhiasan, perabot rumah maupun rumahnya sendiri. Selain itu saat acarangunduh(acara setelah perkawinan dimana yang membuat acara pihak laki-laki untuk memboyong isteri ke rumahnya), biaya dan pelaksana adalah pihak laki-laki, walau biasanya sederhana.Dalam perkawinan harus dicari hari "baik", maka perlu dimintakan pertimbangan dari ahli hitungan hari "baik" berdasarkan patokanPrimbonJawa. Setelah diketemukan hari baiknya, maka sebulan sebelum akad nikah, secara fisik calon pengantin perempuan disiapkan untuk menjalani hidup perkawinan, dengan diurut dan diberi jamu oleh ahlinya. Ini dikenal dengan istilah diulik, yaitu mulai dengan pengurutan perut untuk menempatkan rahim dalam posisi tepat agar dalam persetubuhan pertama dapat diperoleh keturunan, sampai dengan minum jamu Jawa yang akan membikin tubuh ideal dan singset.Selanjutnya dilakukan upacarapasang tarub(erat hubungannya dengan takhayul) dan biasanya di rumah sendiri (kebiasaan di gedung baru mulai tahun 50-an), dari bahan bambu serta gedek/bilik dan atap rumbia yang di masa sekarang diganti tiang kayu atau besi dan kain terpal. Dahulu pasang tarub dikerjakan secara gotong-royong, tidak seperti sekarang. Danlagi pula karena perkawinan ada di gedung, maka pasang tarub hanya sebagaisimbolis berupa anyaman daun kelapa yang disisipkan dibawah genting. Dalam upacara pasang tarub yang terpenting adalahsesaji. Sebelum pasang tarub harusdiadakan kenduri untuk sejumlah orang yang ganjil hitungannya (3 - 9 orang). Do’a oleh Pak Kaum dimaksudkan agar hajat di rumah ini selamat, yang bersamaan dengan ini ditaburkan pula kembang setaman, bunga rampai di empat penjuru halaman rumah, kamar mandi, dapur danpendaringan(tempat menyimpan beras), serta di perempatan dan jembatan paling dekat dengan rumah. Diletakkan pula sesaji satu ekor ayam panggang di atas genting rumah. Bersamaan itu pula rumah dihiasi janur, di depan pintu masuk di pasang batang-batang tebu, daun alang-alang dan opo-opo, daun beringin dan lain-lainnya, yang bermakna agar tidak terjadi masalah sewaktu acara berlangsung. Di kiri kanan pintu digantungkan buah kelapa dan disandarkan pohon pisang raja lengkap dengan tandannya, perlambang status raja.Siraman(pemandian) dilakukan sehari sebelum akad nikah, dilakukan oleh Ibu-ibu yang sudah berumur serta sudah mantu dan atau lebih bagus lagi jika sudah sukses dalam hidup, disiramkan dari atas kepala si calon pengantin dengan air bunga seraya ucapan "semoga selamat di dalam hidupnya". Seusai upacara siraman, makan bersama berupa nasi dengan sayurtumpang (rebusan sayur taoge serta irisan kol dan kacang panjang yang disiram bumbu terbuat dari tempe dan tempe busuk yang dihancurkan hingga jadi saus serta diberi santan, salam, laos serta daun jeruk purut yang dicampuri irisan pete dan krupuk kulit), dengan pelengkap sosis dan krupuk udang.Midodareniadalah malam sebelum akad nikah, yang terkadang saat ini dijadikan satu dengan upacaratemu. Pada malam midodareni sanak saudara dan para tetangga dekat datang sambil bercakap-cakap dan main kartu sampai hampir tengah malam, dengan sajian nasi liwet (nasi gurih karena campuran santan, opor ayam, sambel goreng, lalab timun dan kerupuk).Upacaraakad nikah, harus sesuaisangat(waktu/saat yang baik yang telah dihitung berdasarkan Primbon Jawa) dan Ibu-Ibu kedua calon pengantin tidak memakaisubang/giwang(untuk memperlihatkan keprihatinan mereka sehubungan dengan peristiwangentasake/mengawinkan anak, yang sekarang jarang diindahkan yang mungkin karena malu). Biasanya acara di pagi hari, sehingga harus disediakan kopi susu dan sepotong kue serta nasi lodopindang (nasi lodeh dengan potongan kol, wortel, buncis, seledri dan kapri bercampur brongkos berupa bumbu rawontapi pakai santan) yang dilengkapi krupuk kulit dan sosis. Disaat sedang sarapan, Penghulu beserta stafnya datang, ikut sarapan dan setelah selesai langsung dilakukan upacara akad nikah.Walau akad nikah adalah sah secara hukum, tetapi dalam kenyataannya masih banyak perhatian orang terpusat pada upacaratemu, yang terkadang menganggap sebagai bagian terpenting dari perayaan perkawinan. Padahal sebetulnya peristiwa terpenting bagi calon pengantin adalah saatpemasangan cincin kawin, yang setelah ituPenghulumenyatakan bahwa mereka sah sebagai suami-isteri. Temu adalah upacara adat dan bisa berbeda walau tak seberapa besar untuk setiap daerah tertentu, misalnya gaya Solo dan gaya Yogya.Misalnya dalam gaya Solo, di hari "H"nya, di sore hari. Tamu yang datang paling awalbiasanya sanak-saudara dekat, agar jika tuan rumah kerepotan bisa dibantu. Lalu tamu-tamu lainnya, yang putri langsung duduk bersila dikrobongan,dengan lantai permadani dan tumpukan bantal-bantal (biasanya bagi keluarga mampu), sedang yang laki-laki duduk di kursi yang tersusun berjajar diPendopo(sekarang ini laki-laki dan perempuan bercampur di Pendopo semuanya). Para penabuhgamelantanpa berhenti memainkangending Kebogiro, yang sekitar 15 (lima belas) menit menjelang kedatangan pengantin laki-laki dimainkangending Monggang.Tapi saat pengantin beserta pengiring sudah memasuki halaman rumah/gedung, gending berhenti, dan para tamu biasanya tahu bahwa pengantin datang. Lalu tiba di pendopo, ia disambut dan dituntun/digandeng dan diiringi para orang-tua masih sejawat orang tuanya yang terpilihSementara itu, pengantin perempuan yangsebelumnya sudah diriasdukun nganten(rambut digelung dengan gelungan pasangan, dahi dan alis di kerik rambutnya, dsb.nya) untuk akad nikah, dirias selengkapnya lagi di dalam kamar rias. Lalu setelah siap, ia dituntun/digandeng ke pendopo oleh dua orang Ibu yang sudah punya anak dan pernahmantu,ditemukan dengan pengantin laki-laki (waktu diatur yaitu saat pengantin pria tiba di rumah/gedung, pengantin perempuan pun juga sudah siap keluar dari kamar rias), dengan iringangendingKodokngorek.Sedangkan pengantin laki-laki dituntun ke arah krobongan.Ketika mereka sudah berjarak sekitar 2 (dua) meter, mereka saling melempar dengan daun sirih yang dilipat dan diikat dengan benang, yang siapa saja melemparlebih kena ke tubuh diartikan bahwa dalam hidup perkawinannya akan menangselalu. Lalu yang laki-laki mendekati si wanita yang berdiri di sisi sebuah baskom isi air bercampur bunga. Di depan baskom di lantai terletak telur ayam, yang harus diinjak si laki-laki sampai pecah, dan setelah itu kakinya dibasuh dengan air bunga oleh si wanita sambil berjongkok. Kemudian mereka berjajar, segera Ibu si wanita menyelimutkanslindur/selendang yang dibawanya ke pundak kedua pengantin sambil berucap:Anakku siji saiki dadi loro (anakku satu sekarang menjadi dua).Selanjutnya mereka dituntun ke krobongan, dimana ayah dari pengantin perempuan menanti sambil duduk bersila, duduk di pangkuan sang ayah sambil ditanya isterinya:Abotendi Pak? (berat mana Pak ?), yang dijawab sang suami:Pada dene(sama saja). Selesai tanya jawab, mereka berdiri, si laki-laki duduk sebelah kanan dan si perempuan sebelah kiri, dimana si dukun pengantin membawa masuk sehelai tikar kecil berisi harta (emas, intan, berlian) dan uang pemberian pengantin laki-laki yang dituangkan ke tangan pengantin perempuan yang telah memegang saputangan terbuka, dan disaksikan oleh para tamu secara terbuka. Inilah yang disebutkacar-kucur.Guna lambang kerukunan di dalam hidup, dilakukansuap-menyuapmakanan antara pengantin. Bersamaan dengan ini, makanan untuk tamu diedarkan (sekarang dengan caraprasmanan) berurutan satu persatu oleh pelayan. Setelah itu, dilakukan acarangabekten(melakukan sembah) kepada orang tua pengantin perempuan dantilik nganten(kehadiran orang tua laki-laki ke rumah/gedung setelah acara temu selesai yang langsung duduk dikrobongan dan disembah kedua pengantin).Lalu setelah itu dilakukankata sambutanucapan terima kasih kepada para tamu dan mohon do’a restu, yang kemudian dilanjutkan dengan acara hiburan berupa suara gending-gending dari gamelan, misalnyagending ladrang wahana,lalutayubanbagi jamannya yang senang acara itu, dsb.nya.Mati/WafatDemikian, sepasang pengantin itu akan mempunyai anak, menjadi dewasa, kemudian mempunyai cucu dan meninggaldunia. Yang menarik tapi mengundang kontraversi, adalah saatmanusia mati. Sebab bagi orang Jawa yang masih tebalkejawaannya,orang meninggal selalu didandani berpakaian lengkap dengan kerisnya (ini sulit diterima bagi orang yang mendalam keislamannya), jugabandosa(alat pemikul mayat dari kayu) yang digunakan secara permanen, laluterbela(peti mayat yang dikubur bersama-sama dengan mayatnya).Sebelum mayat diberangkatkan ke alat pengangkut (mobil misalnya), terlebih dahulu dilakukanbrobosan(jalan sambil jongkok melewati bawah mayat) dari keluarga tertua sampai dengan termuda.Sedangkan meskipunslametanorang mati, mulaigeblak(waktu matinya), pendak siji (setahun pertama), pendak loro(tahun kedua) sampai dengannyewu(seribu hari/3 tahun) macamnya sama saja, yaitusego-asahan dan segowuduk, tapi saat nyewu biasanya ditambah dengan memotong kambing untuk disate dan gule.Nyewudianggap slametan terakhir dengannyawa/roch seseorang yang wafat sejauh-jauhnya dan menurut kepercayaan, nyawaitu hanya akan datang menjenguk keluargapada setiap malam takbiran, dan rumah dibersihkan agar nyawa nenek moyang atau orang tuanya yang telah mendahului ke alam baka akan merasa senang melihatkehidupan keturunannya bahagia dan teratur rapi. Itulah, mengapa orang Jawa begitu giat memperbaiki dan membersihkan rumah menjelang hari Idul fitri yang dalam bahasa JawanyaBakdanatauLebarandari kata pokok bubar yang berarti selesai berpuasanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar